tirto.id – Sepanjang Agustus ini, berlalu-lalang unggahan di Facebook yang mengklaim bahwa Kementerian Keuangan (Kemenkeu) bakal menerapkan pajak penghasilan atau PPh kepada pekerja seks komersial (PSK).
ADVERTISEMENT
Narasi itu salah satunya diunggah oleh akun Facebook bernama “Tenggara Selatan” (arsip). Akun itu menyebarkan poster seolah Kemenkeu yang menegaskan PSK akan dikenakan pajak.
let gpt_inline2 = window.googletag || {cmd: []};gpt_inline2.cmd.push(function() {gpt_inline2.defineSlot(‘/22201407306/tirto-desktop/inline-2’, [[336, 280], [300, 250]], ‘gpt-inline2-passback’).addService(gpt_inline2.pubads());gpt_inline2.pubads().enableSingleRequest();gpt_inline2.pubads().collapseEmptyDivs();gpt_inline2.enableServices();gpt_inline2.display(‘gpt-inline2-passback’);});
“PARAH! PSK PUN JADI ASET NEGARA!Mulyani Mulyani benar-benar dah. ngitung pajaknya gimana coba? Apa akan di tungguin pas ngamar berapa jumlah nasabahnya kali HET wilayahnya di bagi seper sekian persen yg harus di BAYAR ke NEGARA?,” begitu bunyi keterangan yang dibubuhkan bersama poster.
#inline3 img{margin: 20px auto;max-width:300px !important;}
let gpt_inline3 = window.googletag || {cmd: []};gpt_inline3.cmd.push(function() {gpt_inline3.defineSlot(‘/22201407306/tirto-desktop/inline-3’, [[336, 280], [300, 250]], ‘gpt-inline3-passback’).addService(gpt_inline3.pubads());gpt_inline3.pubads().enableSingleRequest();gpt_inline3.pubads().collapseEmptyDivs();gpt_inline3.enableServices();gpt_inline3.display(‘gpt-inline3-passback’);});
#gpt-inline3-passback{text-align:center;}
Periksa Fakta Benarkah Kemenkeu Berlakukan Pajak Penghasilan bagi PSK?
#inline4 img{max-width:300px !important;margin:20px auto;}
let gpt_inline4 = window.googletag || {cmd: []};gpt_inline4.cmd.push(function() {gpt_inline4.defineSlot(‘/22201407306/tirto-desktop/inline-4’, [[336, 280], [300, 250]], ‘gpt-inline4-passback’).addService(gpt_inline4.pubads());gpt_inline4.pubads().enableSingleRequest();gpt_inline4.pubads().collapseEmptyDivs();gpt_inline4.enableServices();gpt_inline4.display(‘gpt-inline4-passback’);});
#gpt-inline4-passback{text-align:center;}
Unggahan bertanggal 7 Agustus 2025 ini sudah meraup 49 reaksi emoji dan 59 komentar, serta dibagikan sebanyak sembilan kali. Sejumlah warganet yang berkomentar itu mempertanyakan apakah negara melegalkan PSK dan ada pula yang melontarkan respons adanya kemungkinan korupsi oleh negara dari uang yang dihimpun.
Tirto menjumpai akun Facebook lain dengan nama “Donny Fivers” (arsip) turut menyebarkan klaim serupa.
Lantas, bagaimana faktanya?
ADVERTISEMENT
Penelsuruan Fakta
Tim Riset Tirto berusaha menelusuri klaim yang berseliweran dengan mengetik kata kunci “PSK dikenai pajak” di mesin perambah Google. Dari pencarian itu, kami tak menemukan adanya sumber resmi maupun pemberitaan kredibel yang mengonfirmasi klaim.
Kemenkeu justru sudah mengklarifikasi dan menyatakan hal itu tidak benar. Dilansir CNN Indonesia, Sabtu (9/8/2025), Plh Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Hestu Yoga Saksama, mengatakan tidak ada kebijakan khusus untuk memungut pajak dari PSK.
“DJP memandang isu ini menyesatkan masyarakat sehingga media dan pihak-pihak yang mengangkatnya diharapkan memperhatikan relevansi dan keakuratan sumber informasi agar tidak menimbulkan kebingungan publik,” ungkapnya.
Yoga mengimbau masyarakat untuk selalu memeriksa kebenaran informasi melalui kanal resmi Kemenkeu dan DJP atau sumber berita terpercaya. Ditjen Pajak meminta warga juga tak mudah terpengaruh oleh informasi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Untuk diketahui, wacana tentang pengenaan pajak penghasilan bagi PSK ini pertama kali mencuat dari pernyataan mantan Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Mekar Satria Utama.
Mekar kala itu diklaim sedang memberikan penjelasan akademis mengenai unsur subjektif dan objektif sebagai wajib pajak yang sesuai ketentuan Undang-Undang Pajak Penghasilan. Akan tetapi, bukan dalam konteks kebijakan.
Pajak penghasilan yang dikenakan kepada orang pribadi atau badan atas penghasilan sendiri diatur dalam Undang-undang (UU) Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.
Pasal 4 UU itu menyebut, yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun.