Minat masyarakat untuk vaksinasi COVID-19 hingga dosis booster sudahlah menurun. Hal tersebut terlihat dari capaian vaksinasi yang rendah sekali tiap hari-nya. Jauh sekali dibandingkan dengan laju vaksinasi di awal pemberian vaksinasi dulu. Saya pun juga melaksanakan pelayanan vaksinasi. Mungkin dalam sehari pelayanan di Puskesmas, saya hanya dapat 10 orang. Terpakai paling banyak 2 vial vaksin, itu pun vial kedua sering masih tersisa beberapa dosis.
Saya pun bertanya pada mereka yang tetap datang untuk melengkapi dosis vaksinasinya hingga booster. Mayoritas dari mereka menjawab antisipasi rencana berpergian dengan kereta dan pesawat. Momentumnya memang tepat, kedepan ada momen mudik dan pulang kampung. Ada beberapa juga sih temuan lucu, misalnya seperti syarat menikah dari kelurahan harus lampirkan sertifikat vaksin booster. Hahaha. Masa batal menikah karena belum booster!
Tapi demikianlah realita kita hari ini untuk program vaksinasi booster ini. Kondisi pandemi yang membaik dan kebijakan yang sudah lebih renggang seperti tidak adanya lagi pengecekkan pedulindungi di tempat publik jadi faktor pendukung turunnya minat masyarakat. Rasanya sulit kalau tidak ada inovasi lain untuk dapat mencapai target pemerintah di masa transisi pandemi ini terkait cakupan vaksinasi booster yang harus mencapai 50% untuk usia diatas 18 keatas.
Kalau melihat studi kualitatif yang dilakukan oleh John Hopkins CCP (JHCCP) pada tahun 2022, ketakutan masyarakat terkait COVID-19 memang sudah menurun. COVID-19 hanya seperti common cold. Sudah tidak seberbahaya dulu. Bahkan orang jadi lebih takut dengan vaksinasi-nya dibandingkan dengan penyakitnya.
Temuan menarik juga saya temukan di survei Nielsen-UNICEF di akhir tahun 2022. Hampir 50% dari partisipan survei yang sudah dosis lengkap (dua dosis) tidak mau mengambil dosis berikutnya (booster). Beberapa alasan yang dominan mengapa orang tidak mau divaksinasi adalah khawatir efek samping dan norma sosial (menunggu orang lain).
Saya tertarik dengan persepsi kekhawatiran masyarakat terkait efek samping vaksinasi. Rasanya dengan sudah diberikannya 400 juta suntikan bagi warga Indonesia saat ini, apalagi yang perlu dikhawatirkan. Selain itu, rasanya komunikasi kita terkait Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) sudah sangat masif. Vaksinasi tidak akan sebabkan orang lumpuh, penyakit serius, atau bahkan kematian.
Ternyata berdasarkan survei tersebut, kekhawatiran masyarakat tidak sejauh itu. Kekhawatiran yang paling dominan di masyarakat terkait efek samping dari vaksinasi adalah khawatir tubuhnya jadi lemah. Asumsi saya ini berkaitan dengan faktor ekonomi, orang tidak mau produktivitasnya terganggu dalam bekerja dalam beberapa hari akibat KIPI setelah vaksinasi.
Selain itu, Kemenkes pada bulan Januari 2023 juga sudah mengeluarkan riset terbaru terkait kekebalan masyarakat Indonesia terhadap COVID-19. Hasilnya sejalan dengan kondisi saat ini. 99% masyarakat Indonesia sudah punya kekebalan terhadap COVID-19.
Lantas, apakah vaksinasi booster masih diperlukan? Bila masih diperlukan, apa yang perlu kita lakukan agar orang mau vaksin hingga booster?
BA
Jakarta, 24 Maret 2023